Kekeringan Bukan Lagi Musiman: Alarm Ekologi Jawa Tengah dan Seruan Tindakan dari DPRD

Kekeringan Bukan Lagi Musiman: Alarm Ekologi Jawa Tengah dan Seruan Tindakan dari DPRD

BANYUMAS – Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Setya Arinugraha, mengeluarkan peringatan keras terkait bencana kekeringan yang kembali mengancam wilayah Jawa Tengah. Dalam pernyataannya, Ari menegaskan bahwa kekeringan bukan lagi fenomena musiman biasa, melainkan alarm ekologi yang menuntut respon serius dan sistematis.

“Ini bukan cuma masalah tahunan. Ini adalah peringatan keras bahwa sistem ekologi kita butuh perbaikan. Kita harus siap, bukan hanya tanggap darurat, tapi juga bangun sistem air yang tahan masa depan,” ujar Ari saat menghadiri forum kesiapsiagaan bencana di Banyumas.

Menurut data BMKG dan BPBD Jawa Tengah, lebih dari 20 kabupaten/kota mengalami penurunan curah hujan yang signifikan. Wilayah seperti Blora, Grobogan, Wonogiri, dan Rembang menjadi titik merah karena ribuan hektare sawah terancam gagal panen. Di sisi lain, akses air bersih di desa-desa mulai menipis, memperbesar risiko sosial seperti konflik sumber daya dan kesehatan masyarakat.

WhatsApp-Image-2025-05-20-at-10.29.59_b328609e-scaled-1-1024x682 Kekeringan Bukan Lagi Musiman: Alarm Ekologi Jawa Tengah dan Seruan Tindakan dari DPRD

Tak tinggal diam, DPRD Jawa Tengah bersama BPBD dan PDAM mendorong percepatan distribusi air bersih serta digitalisasi peta rawan kekeringan berbasis geospasial. Langkah cepat dan presisi ini diharapkan dapat membantu intervensi tepat sasaran dalam kondisi darurat.

“Kita butuh peta kekeringan digital, bukan hanya data musiman. Dengan itu, intervensi bisa lebih cepat dan akurat,” kata Ari.

Namun, Ari menekankan bahwa solusi jangka panjang jauh lebih penting. DPRD Jateng mendorong:

  • Revitalisasi embung, sumur resapan, dan jaringan irigasi berbasis partisipasi masyarakat.
  • Sinergi lintas dinas seperti pertanian, lingkungan hidup, dan pekerjaan umum untuk membangun sistem pertanian adaptif.
  • Edukasi publik terkait konservasi air dan perlindungan sumber mata air yang mulai kritis.

Tak hanya itu, DPRD Jateng juga mengingatkan bahwa kekeringan tahun ini diperparah oleh dampak El Nino dan kenaikan suhu muka laut yang mengubah pola cuaca lokal secara drastis. Puncak kekeringan diperkirakan terjadi pada Agustus 2025, dengan dampak paling parah di wilayah tengah dan timur Jawa.

Setya Ari menekankan pentingnya ketahanan iklim di tingkat desa dan penguatan alokasi anggaran yang fleksibel namun tepat sasaran. Dalam situasi ini, keterlibatan masyarakat sipil, organisasi desa, hingga sektor swasta sangat diperlukan.

“Kalau masyarakat sudah antre air bersih, itu tandanya negara harus lebih cepat hadir. Kita enggak boleh menunggu panik tiap tahun. Kita harus bergerak sekarang,” pungkasnya.