SEMARANG – Museum bukan sekadar tempat menyimpan benda-benda kuno, tapi juga ruang hidup yang menjembatani masa lalu, masa kini, dan masa depan. Agar museum tetap diminati, ia harus punya daya tarik yang kuat. Caranya? Dengan menerapkan konsep “Tiga Ik”: antik, unik, dan otentik.
Hal itu disampaikan oleh Sub Koordinator Pelayanan Museum Ranggawarsita Semarang, Antoni Heri Nugroho, dalam kegiatan “Sinau Saka Museum Ranggawarsita” yang digelar Jumat (24/10/2025).
Acara ini diikuti oleh 150 guru sejarah dan bahasa Jawa SMA/SMK se-Jawa Tengah.
“Kunci majunya sebuah museum adalah ketika ia mampu menghadirkan sesuatu yang antik, unik, dan otentik sesuatu yang hanya bisa ditemukan di museum itu. Dari situ, pengunjung akan datang dengan rasa ingin tahu yang tinggi,” jelas Antoni.
Menurutnya, koleksi museum disusun sedemikian rupa agar pengunjung dapat memahami perjalanan waktu dari masa kuno hingga masa kini. Ia menegaskan, museum bukan seperti minimarket yang memajang barang sejenis, melainkan tempat edukasi yang menyentuh pengalaman batin.
“Kami ingin menjadikan Museum Ranggawarsita sebagai ruang edukasi yang utuh. Tak hanya story line, tapi juga melibatkan seluruh pancaindra pengunjung bisa meraba, mencium, dan merasakan suasana masa lampau,” tambahnya.
Antoni juga menyebut perhatian besar dari Kementerian Kebudayaan dan tokoh nasional seperti Fadli Zon menjadi modal penting untuk mengembangkan museum menjadi lebih interaktif dan inspiratif.
Sementara itu, Kepala Museum Ranggawarsita, Sugiharto, berharap ke depan semakin banyak siswa berkunjung dan menjadikan museum sebagai tempat belajar yang menyenangkan.
“Sudah ada edaran bahwa sekolah boleh menggelar outing class edukatif di Jawa Tengah dan DIY. Kami sangat terbuka dan siap menerima kunjungan dari sekolah-sekolah,” ujarnya.
Kegiatan Sinau Saka Museum ini juga mendapat apresiasi dari Ketua MGMP Bahasa Jawa Provinsi Jawa Tengah, Triana Kanthi Wati, yang menjadi koordinator kegiatan.
“Kunjungan ke museum ini merupakan investasi berharga bagi guru. Wawasan yang diperoleh bisa diterapkan di kelas, agar pembelajaran bahasa Jawa tak hanya soal tata bahasa, tapi juga nilai budaya dan jati diri bangsa,” ungkap guru SMAN 1 Sapuran, Wonosobo itu.
Dengan konsep “Tiga Ik” — antik, unik, dan otentik — Museum Ranggawarsita diharapkan tak lagi sekadar tempat melihat benda kuno, tapi menjadi ruang inspiratif yang hidup, mendidik, dan menghidupkan kembali semangat budaya bangsa.
