SEMARANG – Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di Jawa Tengah tahun ajaran 2025/2026 resmi menggunakan sistem domisili, bukan lagi zonasi. Penegasan itu disampaikan Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Setya Arinugroho, dalam keterangan pers di Semarang, Senin (14/5/2025).
“Kami ingin masyarakat paham. SPMB sekarang pakai sistem domisili, bukan zonasi. Ini penting agar tidak terjadi kebingungan di kalangan calon siswa dan orang tua,” ujar Ari, sapaan akrabnya.
Menurutnya, sistem domisili memberi kesempatan lebih besar kepada siswa yang tinggal di sekitar sekolah, tanpa harus terbebani soal alamat di Kartu Keluarga (KK). Ini sekaligus mengatasi praktik curang dalam sistem zonasi seperti suap, pungli, atau pemalsuan dokumen.
“Contohnya, anak yang tinggal di Semarang Barat tapi KK-nya masih di Banyumanik, tetap bisa daftar di sekolah terdekat di Semarang Barat,” jelas Ari.
Merujuk Keputusan Gubernur Jateng No. 100.3.3.1/135 Tahun 2025, sekolah wajib menerima minimal 33% siswa dari wilayah domisili sesuai daya tampung. Domisili diakui jika tertera dalam KK yang terbit minimal satu tahun sebelum pendaftaran.
Jika ada perubahan KK dalam waktu kurang dari satu tahun, selama tidak ada perubahan alamat, masih dapat digunakan. Perubahan yang diperbolehkan meliputi penambahan/ pengurangan anggota keluarga, KK rusak atau hilang, dan perubahan elemen data non-alamat.

Namun Ari mengingatkan, SPMB tak hanya soal domisili. Masih ada jalur afirmasi (untuk siswa kurang mampu/disabilitas), prestasi, dan mutasi (untuk anak guru atau orang tua pindah tugas). Masing-masing jalur memiliki kuota yang berbeda.
“Masyarakat perlu memahami tiap jalur agar bisa memilih yang sesuai kondisi masing-masing,” ujarnya.
Ari juga menekankan pentingnya partisipasi aktif calon siswa dan orang tua untuk mencari informasi resmi dari Disdikbud Jateng, Cabang Dinas Pendidikan, maupun langsung ke sekolah tujuan.
“Jangan sampai ketinggalan info. Semua prosedur dan jadwal sudah dijelaskan lengkap dalam petunjuk teknis. Kalau bingung, segera tanya pihak berwenang,” tegasnya.
DPRD Jateng, lanjut Ari, memberikan perhatian khusus terhadap transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan SPMB. Semua proses harus dilakukan terbuka dan bisa dipertanggungjawabkan.
“Masyarakat berhak tahu bagaimana seleksi dilakukan. Tidak boleh ada yang ditutup-tutupi,” katanya.
Ia pun mengajak masyarakat ikut mengawasi pelaksanaan SPMB. Bila ada kejanggalan, warga diimbau berani melapor ke pihak berwenang.
“Kami ingin proses ini bersih dan adil. Semua anak harus punya peluang yang sama untuk mendapat pendidikan berkualitas,” pungkasnya.
Dengan sistem baru berbasis domisili dan keterlibatan aktif publik, SPMB di Jawa Tengah diharapkan menjadi lebih berkeadilan, transparan, dan bebas dari praktik kecurangan.