Sejarah Hari Kesaktian Pancasila

Sejarah Hari Kesaktian Pancasila

INFOBANJARNEGARA.com – Hari Kesaktian Pancasila adalah hari nasional di Indonesia sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 153 Tahun 1967 yang diperingati setiap 1 Oktober.

Hari Kesaktian Pancasila ini terjadi setelah Peristiwa Gerakan 30 September yang lebih dikenal sebagai G30S atau G30S/PKI.

Mengutip dari Wikipedia, Diketahui pada peristiwa tersebut pada 1 Oktober 1965 dini hari, enam jenderal serta beberapa orang lainnya dibantai sekelompok orang yang menurut otoritas militer saat itu terafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia.

Meraka yang menjadi korban itu adalah enam pejabat tinggi Angkatan Darat, yaitu :

  1. Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi),
  2. Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi),
  3. Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan),
  4. Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen),
  5. Brigjen Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik),
  6. Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)

Jenderal TNI Abdul Haris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat dari upaya pembunuhan tersebut.

Namun, putri beliau, Ade Irma Suryani Nasution dan ajudannya, Lettu CZI Pierre Andreas Tendean, tewas dalam usaha pembunuhan tersebut.

Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang dikenal sebagai Lubang Buaya. Jenazah mereka ditemukan pada 3 Oktober.

Selain itu beberapa orang lainnya yang juga turut menjadi korban :

  1. Bripka Karel Satsuit Tubun (Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri II dr. J. Leimena)
  2. Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Koren 072/Pamungkas, Yogyakarta)
  3. Letkol Sugiyono Mangunwiyoto (Kepala Staf Korem 072/Pamungkas, Yogyakata)

Pasca pembunuhan beberapa perwira TNI AD, PKI mampu menguasai 2 sarana komunikasi vital, yaitu studio RRI di Jalan Merdeka Barat dan kantor Telekomunikasi yang terletak di Jalan Merdeka Selatan.

Melalui RRI, PKI menyiarkan pengumuman tentang Gerakan 30 September yang ditujukan kepada para perwira tinggi anggota “Dewan Jenderal” yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah.

Diumumkan pula terbentuknya “Dewan Revolusi” yang diketuai oleh Letkol Untung Sutopo.

Pada tanggal 6 Oktober Sukarno mengimbau rakyat untuk menciptakan “persatuan nasional”, yaitu persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya, dan penghentian kekerasan.

Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera menganjurkan semua anggota dan organisasi-organisasi massa untuk mendukung “pemimpin revolusi Indonesia” dan tidak melawan angkatan bersenjata.

Pernyataan ini dicetak ulang di koran CPA bernama “Tribune”.

Pada tanggal 16 Oktober 1965, Sukarno melantik Mayjen Soeharto menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat di Istana Negara.

Lima bulan setelah itu, pada tanggal 11 Maret 1966, Soekarno memberi Soeharto kekuasaan tak terbatas melalui Surat Perintah Sebelas Maret.

Ia memerintahkan kepada Soeharto untuk mengambil langkah-langkah yang sesuai untuk mengembalikan ketenangan dan untuk melindungi keamanan pribadi dan wibawanya.

Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Soekarno dipertahankan sebagai Presiden Tituler Diktatur Militer itu sampai Maret 1967.

Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September (G-30-S/PKI) dan hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

Sumber: wikipedia, mtsn9magetan.sch.id

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *