INFOBANJARNEGARA.com – Aksi solidaritas positif baru-baru ini dilakukan oleh siswa SMAN 1 Sigaluh kelas XII IPS 2, Jumat (6/10/2023) bikin heboh. Pasalnya Mico dkk tampak “mengamuk” mengaduk-aduk tempat pembuangan sampah akhir (TPA) di sekolah.
Aksi tersebut ternyata dikakukan sebagai bentuk solidaritas kepada teman satu kelas mereka Liona, yang beberapa pekan sebelumnya sakit karena mengalami sesak nafas akibat pembakaran sampah plastik di TPA.
Menurut Mico, aksi tersebut merupakan balas dendam terhadap sampah plastik.
Selama dua jam pelajaran, dengan pendampingan guru sejarah Heni Purwono, mereka berhasil mengumpulkan sampah plastik lebih dari 30 kilogram. Hasil penjualannya pun lumayan, mencapai 32 ribu rupiah.
Tentu sampah di TPA tidak diaduk-aduk semata, mereka memilah sampah plastik yang sebagian besar botol air minum mineral, kemudian mengumpulkannya dan dijual ke Bank Sampah Sekolah.
“Ternyata selain mengurangi sampah plastik, hasilnya lumayan untuk beli jajan,” ujar Mico.
Sebelum aksi tersebut dimulai, Heni Purwono Guru Sejarah SMAN 1 Sigaluh memberi motivasi kepada siswa.
“Awalnya saya sampaikan kepada siswa, mereka prihatin tidak dengan kondisi sampah yang ada? Mereka sepontan menjawab prihatin, bahkan saat itu juga mengajak untuk membersihkan TPA dari sampah plastik. Kata mereka, ini bagian dari solidaritas kepada teman mereka Liona,” jelas Heni.
Untuk diketahui, SMAN 1 Sigaluh merupakan satu-satunya sekolah di Banjarnegara yang saat ini memiliki program Bank Sampah Sekolah di bawah pendampingan Relawan Inspirasi Rumah Zakat. Program ini merupakan lanjutan dari kegiatan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) tema Gaya Hidup Berkelanjutan yang sampai saat ini terus dijalankan meskipun P5 tema tersebut telah berakhir.
Kepala SMAN 1 Sigaluh Antono Aribowo mengungkapkan, anak-anak pada dasarnya memiliki kesadaran diri untuk berbuat positif. Karenanya guru harus senantiasa sabar dan tidak bosan mengajak siswa menerapkan disiplin positif.
“Kalau mereka bertindak atas kesadaran diri, pasti hasilnya akan permanen menjadi karakter mereka. Namun kalau mereka melakukan sesuatu karena paksaan, karena takut hukuman pasti hasilnya hanya disiplin yang sesaat,” tegas Antono.