BANJARNEGARA – Momen perpisahan kelas XII di SMAN 1 Sigaluh tak hanya diwarnai senyum dan peluk haru, tapi juga menjadi saksi nyata semangat kepedulian dan harapan masa depan.

Bertempat di lapangan sekolah, Kamis (8/5/2025), sebanyak 252 siswa secara resmi dilepas dalam apel kelulusan sederhana yang menyentuh hati.

Tanpa prosesi glamor, pelepasan dilakukan dengan simbolis: melepas dasi dan topi sekolah dari para siswa yang akan menapaki fase baru dalam hidup mereka.

Tak hanya menyerahkan Surat Keterangan Lulus (SKL), pihak sekolah juga memberikan penghargaan kepada siswa berprestasi, baik akademik maupun non-akademik, termasuk mereka yang mengharumkan nama sekolah di tingkat nasional.

Namun yang paling menyita perhatian dalam kegiatan tersebut adalah momen ketika lima siswa dhuafa diumumkan sebagai penerima bantuan biaya kuliah.

Upaya Sekolah Mengawal Harapan

Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas, Heni Purwono, mengungkapkan bahwa sekolah sejak awal telah memfasilitasi para siswa dari keluarga kurang mampu agar bisa mengakses pendidikan tinggi.

Melalui program infaq Selasa dan Jumat, atau yang disebut Infaq Selamat, pihak sekolah menghimpun dana secara gotong royong dari guru dan siswa untuk mendukung biaya pendidikan.

“Banyak yang mengira, kalau sudah dapat KIP Kuliah, semua urusan selesai. Padahal kenyataannya tidak. Ada yang masih harus membayar UKT, tes kesehatan, lapor diri, bahkan kebutuhan hidup awal di perantauan. Kalau tidak kita bantu, mereka bisa gagal berangkat kuliah padahal sudah diterima,” tutur Heni.

Menurutnya, sekolah tidak ingin melihat kesempatan emas para siswa ini lenyap begitu saja hanya karena terbentur biaya. Ia menegaskan bahwa pendidikan adalah salah satu jalan memutus rantai kemiskinan.

Dari kelima siswa yang mendapat bantuan, tiga di antaranya masih bergulat dengan tingginya biaya UKT. Mereka adalah Khairunisa Intan (Pendidikan Fisika – UIN Walisongo), Revani Yulistin (Ilmu Gizi – UIN Walisongo), dan Hidayah Syaiful Anwar (Informatika – UIN Syaifudin Zuhri).

Mereka masih berharap ada kebijakan keringanan dari kampus agar tetap bisa melanjutkan studi.

Sementara dua siswa lainnya, Muhammad Rai Valdi (Teknik Informatika – Universitas Airlangga) dan Nagita Eva Widianti (Biologi Terapan – Universitas Jenderal Sudirman), dinyatakan aman karena tidak dibebani UKT awal oleh kampus.

“Saya sangat bersyukur atas bantuan yang diberikan. Tapi kami juga berharap pihak kampus memberi keringanan. Orang tua saya syok saat tahu kami harus bayar 4 juta rupiah, padahal kami penerima KIP Kuliah,” ujar Hidayah, dengan mata berkaca-kaca.

Momen perpisahan ini tak hanya jadi akhir dari masa putih abu-abu, tetapi juga menjadi awal perjuangan baru.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *