Melek Aksara Kuna Penting Bagi Sebuah Bangsa

Melek Aksara Kuna Penting Bagi Sebuah Bangsa

Kebumen – Bangsa asing tidak perlu melarang bangsa kita untuk membaca buku untuk menjadikan kita bodoh. Dengan tidak mengenalkan aksara, cukup untuk membuat orang tidak membaca.

Hal itu diungkapkan narasumber kegiatan Lokakarya Aksara Jawa Kuna Goenawan A. Sembodo dari Ikatan Ahli Epigrafi Indonesia (IAEI) Jawa Tengah, Sabtu (31/5/2025) di Aula Sapta Pesona Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Dinparbud) Kebumen.

“Tahun 1926, saat ada Kesepakatan Sriwedari, struktur bahasa kita diacak-acak oleh Belanda, sehingga Katabagana diubah menjadi Hanacaraka. Sejak saat itu semakin jauh masyarakat kita dengan aksara Jawa kuno,” jelas Goenawan.

Ia juga menjelaskan bahwa prasasti yang ada di Jawa, biasanya merupakan bukti hukum kekuasaan seorang raja. Selain itu, terkadang juga memuat fakta peristiwa penting seputar kondisi atau peristiwa ketika itu.

“Misal pada prasasti Warungahan tahun 1227, terdapat kata: ika tang prasasti hilan ri kala nin bhumi kampa. Yang artinya prasasti itu hilang ketika ada gempa bumi. Jadi di tahun tersebut kemungkinan terjadi gempa bumi besar,” jelas Goenawan.

Ia menambahkan, mustinya dalam membaca prasasti, dibutuhkan satu prasasti satu tabel aksara. Karena penulisan antar penulis prasasti dan antar zaman yang berada akan menghasilkan tulisan yang berbeda.

Selain Lokakarya Aksara Jawa Kuna, rencananya di tempat yang sama hari ini, Minggu (1/6/2025) juga akan digelar Lokakarya Aksara Mandarin dengan narasumber Pippo Agusto. Selain menggelar lokakarya pengurus IAEI Komda Jawa Tengah juga menjadikan Kebumen menjadi tempat pameran Aksara Gata.

Kegiatan ini merupakan kolaborasi IAEI Komda Jateng dengan Disparbud Kabupaten Kebumen, TACB Kebumen dan Badan Pengelola Geopark Kebumen.

Kegiatan digelar mulai Senin, 26 Mei dan akan berakhir Kamis 5 Juni 2025 mendatang, bertempat di Pusat Informasi Geopark (PIG) Kebumen, atau selatan Alun-alun Kebumen.

Dalam pameran tersebut dipamerkan aneka koleksi dan narasi mengenai aksara kuno dalam prasasti, lontar maupun naskah babad Lokapala.

Salah satu peserta lokakarya sekaligus pengunjung pameran Heni Purwono mengungkapkan kegiatan yang digelar IAEI ini sangat positif karena mampu membangkitkan keinginan untuk memahami lebih dalam bagaimana para leluhur beraksara.

“Saya datang jauh-jauh dari Banjarnegara bersama anak istri ingin agar nantinya anak-anak terinspirasi dari leluhur kita yang sudah sangat maju dan berliterasi pada masa itu. Saya rasa pemeran seperti ini perlu digelar di seluruh Indonesia untuk menyadarkan pentingnya memahami literasi untuk masa lalu, masa kini dan masa mendatang,” ujar Heni yang juga Ketua TACB Banjarnegara.