INFOBANJARNEGARA.COM – Kongkow Budaya bersama Cak Nun dan Kyai Kanjeng merupakan serangkaian acara Dieng Culture Festifal 2022 di Lapangan Pandawa Dieng Banjarnegara., Minggu (4/9).
Pada saat berada di Dieng Culture Festival kemarin (04/09/22), ketika masih berada di rumah transit, melalui tayangan YouTube, Mbah Nun sempat menyaksikan prosesi ruwatan memotong rambut gimbal tersebut yang dilaksanakan di area Candi Arjuna Dieng. Menurut Mbah Nun, apa yang terlihat di sana – anak-anak yang memiliki rambut gimbal mengenakan busana Jawa, bapak-bapak juga mengenakan busana Jawa dengan model bukan Solo dan Jogja, tetapi khas Dieng, Ibu-ibu mengenakan busana Jawa juga dan mengenakan jilbab, ada prosesi pemotongan rambut, dan Candi yang tampak di belakangnya – menunjukkan itulah Indonesia sejati.
Orang Barat mungkin akan heran melihatnya. Tetapi, menurut Mbah Nun, orang Jawa tidak akan heran. Di situ masyarakat Dieng sebagai bagian dari masyarakat Jawa dan Indonesia menunjukkan bahwa mereka mempertahankan ke-diri-ian (jati diri, karakter) mereka. Tidak hilang walaupun ada hal-hal baru masuk dari luar. Tidak otomatis menjadi Barat meski berinteraksi dengan Barat. Tidak lantas menjadi Arab karena ada persentuhan dengan Arab.
Bagi Mbah Nun, fenomena yang beliau lihat pada Ruwatan rambut gimbal di atas, juga mengisyaratkan bahwa rakyat Indonesia pada dasarnya siap memimpin dunia atau mangku dunia. Oleh karena itu, Mbah Nun berpesan agar kita semua pinter-pinter memilih pemimpin. Kita semua diminta sinau memilih pemimpin yang memiliki hubungan baik dengan Allah Swt.
Barangkali kemudian muncul rasa penasaran, bagaimana anak-anak Dieng yang diruwat tadi memiliki rambut gimbal. Dalam Kongkow Budaya kemarin, Mbah Nun melontarkan pertanyaan: Rambut gimbal ini fenomena apa, bagaimana asal-usulnya? Yang menurunkan populasi gimbal itu ‘orangnya’ atau ‘Dieng’-nya? Menurut Mbah Nun, rambut gimbal ini menunjukkan bahwa tidak semua hal kita ketahui.
Mbah Nun dan KiaiKanjeng mengajak semua hadirin dan jamaah untuk menelaah kembali apa tujuan kita semua bershalawat serta sudah tepatkah cara dan etika kita dalam bershalawat.
Mbah Nun menggambarkan bahwa bershalawat adalah shirotun nubuwwah, jalan yanga telah dibukan Nabi agar kita tempuh untuk menuju Allah, menuju Ridla-Nya.
Nah, Mbah Nun berpesan jangan sampai perjalanan itu kejeglong hanya karena kita salah atau tidak tepat dalam memilih budaya musik yang dipakai dalam bershalawat, umpamanya menggunakan jenis musik koplo.
Mbah Nun lebih jauh menegaskan bahwa kita perlu ngerasakke apakah shalawatan dengan musik koplo itu kira-kira pas ataukah tidak.
Di dalam bershalawat yang kita bawa adalah perasaan lembut dan halus kepada Kanjeng Nabi. Rasakanlah setiap jenis musik yang dipilih apakah mengekspresikan kelembutan tersebut ataukah tidak, agar kita tidak terpleset dalam cara atau sikap yang membuat Kanjeng Nabi Muhammad Saw. dan Allah Swt. kurang suka.
Itulah salah satu pesan utama Mbah Nun dalam membawa kembali jamaah dan hadirin khususnya para kelompok shalawat kepada ilmu dasar dalam bershalawat. Hal ini sangat berkaitan dengan kenyataan bahwa di dalam masyarakat muslim, kegiatan shalawatan sudah menjadi bagian tak terpisah, tetapi masih ada sisi ilmu yang perlu dibenahi, yakni ketika memilih jenis musik dalam shalawatan perlu dipertimbangkan dari segi apakah musik tersebut mencerminkan kelembutan hati kita serta apakah kiranya pantas jika musik dipakai dalam mengungkapkan cinta kepada Kanjeng Nabi.
Sumber: caknun.com