Banjarnegara – Setelah bertahun-tahun menjadi bayangan samar dalam lipatan sejarah, jejak-jejak naskah kuno Banjarnegara mulai menampakkan dirinya. Kerja sunyi yang dilakukan oleh Dinas Arsip dan Perpustakaan (Disarpus) Kabupaten Banjarnegara akhirnya membuahkan hasil nyata.
Pada Senin (2/6/2025), sebuah naskah kuno dari Desa Petambakan berhasil diidentifikasi oleh tim bersama Prof. Sugeng Priyadi, filolog dan Guru Besar Sejarah Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP).
Naskah tersebut diyakini sebagai salah satu babad penting yang merekam sejarah lokal Banjarnegara. Meski belum sepenuhnya diterjemahkan karena kesibukan Prof Sugeng yang tengah menyelesaikan riset tentang leluhur Presiden Prabowo Subianto, naskah telah berhasil dialih aksarakan dan dipindai—tanda awal yang menjanjikan dari upaya panjang pelestarian sejarah daerah.
“Khasanah babad di Banjarnegara sangat kaya. Tapi kita sudah terlambat. Banyak pemilik naskah sudah meninggal, dan banyak koleksi yang mungkin sudah musnah. Namun upaya ini harus tetap berjalan,” ujar Prof. Sugeng.
Ia juga menegaskan pentingnya integritas dalam proses penelusuran naskah, terutama dalam membangun kepercayaan dengan para pemilik dokumen berharga di desa-desa. “Biasanya, orang pintar di desa punya naskah babad. Tapi pastikan ketika dipinjam, dikembalikan dengan baik. Itu penting agar pemilik tidak kecewa,” pesannya.
Senada dengan itu, budayawan Banyumas Nassirun Purwokartun menyatakan pentingnya segera menerjemahkan dan menjaga naskah tersebut. Dalam pengamatannya, isi naskah yang baru ditemukan ini kemungkinan besar berkaitan dengan Babad Badakarya, sejenis dengan Babad Gripit yang sudah lebih dulu dikenal.
“Masih terbaca jelas. Mungkin sarjana Sastra Jawa masih bisa membacanya dengan akurat,” ungkap Nassirun melalui pesan singkat.
Sementara itu, tim penelusur dari Disarpus Banjarnegara yang dipimpin oleh Sub Koordinator Pelayanan Perpustakaan, Susiyanto, menyatakan bahwa pihaknya akan segera berkonsultasi dengan Perpustakaan Nasional. Rencananya, babad ini akan dimasukkan ke dalam aplikasi Khasanah Naskah Nusantara (Kastara) melalui program Dana Alokasi Khusus Nonfisik.
“Kita akan alihmediakan terlebih dahulu, lalu mencoba menerjemahkan dan menginventarisasinya. Selain babad ini, kami juga memiliki naskah dari Pesantren Al Fatah dan SDN 1 Kecepit yang akan kami kaji. Semoga semua bisa segera terwujud,” ujar Susiyanto penuh harap.
Langkah kecil ini menjadi titik terang dalam penggalian memori kolektif Banjarnegara yang lama terpendam. Selembar naskah bisa jadi membuka pintu menuju pemahaman yang lebih dalam tentang asal-usul, budaya, dan identitas daerah.