SEMARANG – Jawa Tengah menunjukkan langkah nyata dalam menghapus angka anak putus sekolah.
Pemerintah Provinsi dan DPRD Jateng kini bersinergi dalam sebuah gerakan besar bertajuk Jateng Bergerak, dengan satu visi: tak boleh ada satu anak pun tertinggal dari pendidikan.
Hingga pertengahan 2025, tercatat 15.000 anak putus sekolah telah kembali belajar, berkat dukungan pembiayaan dan pendampingan.
Mereka adalah bagian dari kelompok Anak Tidak Sekolah (ATS) yang sebelumnya terhambat oleh faktor ekonomi, geografis, atau sosial.
Namun, perjuangan belum selesai. Masih ada ribuan anak di berbagai pelosok Jawa Tengah yang belum tersentuh layanan pendidikan.

Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Setya Ari Nugraha, menegaskan bahwa isu pendidikan adalah tanggung jawab bersama.
“Bicara pendidikan bukan hanya soal membangun sekolah, tapi juga soal membangun akses, kepedulian, dan keadilan,” ujarnya.
Untuk menjawab tantangan tersebut, DPRD Jateng kini mengawal tiga strategi utama:
1. Perluasan Akses melalui Pendidikan Nonformal
Melalui PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), anak-anak yang terpinggirkan secara ekonomi atau geografis diberi kesempatan belajar melalui program Paket A, B, dan C. Kualitas dan jangkauan layanan ini akan terus ditingkatkan.
2. Pendekatan Sosial yang Menyeluruh
Penanganan ATS tidak cukup hanya dengan bangku sekolah. DPRD mendorong peran pekerja sosial untuk melakukan pendampingan keluarga, konseling, hingga advokasi agar anak kembali percaya diri untuk belajar.
3. Digitalisasi dan Integrasi Data
Dengan penguatan data berbasis desa, setiap anak yang keluar dari sistem pendidikan bisa segera teridentifikasi. Langkah ini menjadi dasar intervensi cepat dan tepat sasaran.
Komitmen DPRD Jateng
DPRD Jawa Tengah akan terus mendukung alokasi anggaran pendidikan inklusif, termasuk subsidi untuk kejar paket, beasiswa daerah, dan insentif bagi lembaga alternatif seperti PKBM.
Setya Ari mengajak seluruh pemangku kepentingan dari pemerintah desa, kecamatan hingga kabupaten untuk menggaungkan Gerakan “Jateng Sekolah Lagi” sebagai bentuk aksi bersama demi masa depan anak-anak Jawa Tengah.
“Kita harus bergerak. Dari lorong, dari desa, dari rumah ke rumah. Karena satu anak tertinggal, berarti mimpi kita tentang masa depan juga tertinggal,” pungkasnya.