BANJARNEGARA – Ramadhan tak hanya menjadi momen meningkatkan ibadah, tetapi juga mempererat kebersamaan. Hal inilah yang terasa di Masjid Al Ikhlas, Desa Pesantren, Wanayasa, di mana buka puasa bersama telah menjadi tradisi warga setiap menjelang maghrib.
Meski sederhana, kebiasaan ini menciptakan suasana hangat dan penuh kebersamaan, mempererat tali silaturahmi antar warga yang sehari-harinya disibukkan dengan pekerjaan di ladang.
Tradisi Berbuka Bersama yang Unik
Setiap sore, sekitar pukul 17.30 WIB, warga mulai berdatangan ke masjid. Ada yang membawa hidangan berbuka, ada pula yang datang lebih awal untuk mengaji atau berbincang santai dengan tetangga.
Wahyudin, imam Masjid Al Ikhlas, mengungkapkan bahwa takjil dan hidangan berbuka bukan berasal dari kas masjid, melainkan dari sumbangan warga sekitar yang secara bergantian bersedekah.
“Takjil ini bukan dari masjid, tetapi dari warga sendiri. Kami hanya memfasilitasi air minum, tempat sampah dan tissue. Setiap hari ada yang bergantian membawa makanan untuk berbuka bersama,” jelas Wahyudin.
Sistem berbagi ini sudah menjadi tradisi turun-temurun di Desa Pesantren. Warga tak perlu merasa terbebani, karena setiap kelompok hanya kebagian satu kali dalam sebulan untuk membawa hidangan berbuka.
Gotong Royong dan Kebersamaan yang Terjaga
Menurut Rudin, salah satu jamaah, tradisi ini tetap berjalan lancar karena banyaknya warga yang berpartisipasi.
“Setiap harinya, sekitar 2-3 orang membawa 2-3 macam hidangan berbuka. Karena jumlah warga cukup banyak, setiap kelompok hanya bertugas sekali dalam sebulan,” ujarnya.
Dengan cara ini, semua warga bisa merasakan kebersamaan tanpa merasa terbebani, karena jadwal bergilir sudah disusun sedemikian rupa.
Selain berbuka bersama, suasana di masjid juga diisi dengan saling bercengkrama dan melepas lelah setelah seharian bekerja. Banyak warga yang menjadikan momen ini sebagai kesempatan beristirahat sejenak dari rutinitas dan mempererat silaturahmi.
“Senang rasanya bisa berkumpul, berbuka bersama, dan bercengkrama sebentar untuk melepas penat setelah bekerja di ladang,” tutur Rudin.
Membangun Rasa Persaudaraan di Bulan Suci
Selain menjadi sarana ibadah, Ramadhan juga menjadi waktu yang tepat untuk meningkatkan kepedulian dan kebersamaan. Tradisi berbuka bersama ini mengajarkan nilai-nilai gotong royong, kebersamaan, dan saling berbagi yang semakin mempererat hubungan antar warga.
Tidak hanya menikmati makanan bersama, warga juga merasakan kebahagiaan karena bisa berbagi dengan sesama. Dengan adanya sistem bergilir dalam bersedekah, semua warga bisa ikut berkontribusi tanpa merasa berat.
Ramadhan di Desa Pesantren, Wanayasa, menjadi contoh nyata bagaimana kebersamaan bisa tumbuh dari hal-hal sederhana, seperti berbuka puasa bersama. Tradisi ini bukan hanya tentang makanan, tetapi juga tentang membangun kedekatan, kepedulian, dan persaudaraan dalam satu komunitas.
Semoga tradisi baik ini tetap terjaga, memberikan inspirasi bagi desa-desa lain, dan semakin mempererat silaturahmi di bulan penuh berkah ini.